Akhir-akhir ini, entah kenapa secara tidak sengaja seringkali saya terlibat percakapan serius dengan orang-orang yang usianya terpaut jauh diatas saya. Sebagian lumayan bijak tapi sebagian lagi lumayan nyebelin.
Klo orang tua bijak itu memang sudah seharusnya. Tapi klo nyebelin ? Wah itu lain cerita.
Dan yang paling nyebelin diantara yang nyebelin menurut saya adalah mereka yang menderita post power syndrom.
Post-power syndrome, adalah gejala yang terjadi di mana penderita hidup dalam bayang-bayang kebesaran masa lalunya (karirnya, kecantikannya, ketampanannya, kecerdasannya, atau hal yang lain), dan seakan-akan tidak bisa memandang realita yang ada saat ini. (itu menurut artikel2 yang bertebaran di google ^^).
Contoh kongkritnya gini…, misal ada seorang kakek peot dengan gigi yang udah ompong bilang bahwa sebenarnya dulu dia punya gigi yang sangat putih dan indah (catet itu menurut si kakek yaa…). Trus dia ngasi ceramah ke kamu kalo cara kamu nyikat gigi itu salah, seharusnya kamu melakukan ini dan itu untuk merawat gigi kamu agar selalu bagus, bahwa anak-anak jaman sekarang sama sekali tidak tau cara merawat gigi dengan benar.
Saya perkirakan reaksimu seperti ini :
-yang sopan diam tapi dalam hati bilang “oh…c’mon get right.”
-yang jujur tapi ga sopan bilang “trus kemana gigi kakek sekarang ?”
-yang sopan tapi ga jujur bilang ” WOW amazing…,gigi anda memang mengagumkan.”(padahal udah jelas2 ompong).
Apapun reaksi yang kamu tunjukkan, dalam hatimu pasti sebel dan menolak mentah2 apapun yang mereka katakan. Tapi semakin keras reaksi penolakanmu semakin bersikeras pula mereka akan kebenaran dirinya.
Banyak artikel membahas tentang sebab musabab terjadinya post power syndrom.
Tapi salah satu penyebab yang paling masuk akal bagi saya adalah keterikatan seseorang pada sesuatu yang pernah terjadi pada / oleh dirinya, sehingga mereka menganggap sesuatu itu merupakan bagian dari dirinya yang selalu dibanggakannya. Dan pada saat sesuatu itu tidak lagi ada pada dirinya, orang itu akan mengoceh dan terus mengulang2 dan mengingatkan kepada orang lain bahwa sesuatu itu pernah dan masih ada pada dirinya.
Kongkritnya lagi nih ; seseorang yang semasa kecilnya selalu berprestasi disekolah, namun ketika dewasa ia menjadi orang yang biasa2 saja di kantor tempatnya bekerja. Sudah pasti ini orang pernah merasakan bagaimana manisnya pujian yang terlontar untuknya, indahnya kebanggaan atas prestasi semasa ia sekolah. Kalau ia tidak mempunyai kemelekatan terhadap masa lalunya, maka hidup akan menjadi mudah untuknya. Tapi kalau ia menganggap masa lalunya adalah realitasnya dan tidak bisa menerima pepatah patah tumbuh hilang berganti maka ni orang hidupnya sulit dan dipenuhi dengan amarah dan biasanya yang menjadi sasaran adalah kaum muda yang mirip dengan dirinya dulu atau digadang2 bakal mengganti posisinya entah dalam bidang apa saja. Walaupun mereka pasti menyangkal dan bilang kalau mereka beda 180 derajat.
Ada ada saja hal yang mereka permasalahkan misal :
marah sama anak2 dan bilang ” Anak2 zaman sekarang ga tau cara menulis dengan bagus… tulisannya kayak cakar ayam semua gimana mau bikin karya sastra orang nulis aja ga becus ”
Untung klo gak ada yang menanggapi. Nah gimana kalo ada anak pintar yang bikin komen gini :
“Eh om…, ngapain juga kita susah2 latihan nulis indah ? Kita2 kalo bikin karya sastra pake laptop, gampang editnya gampang edarinnya, trus hemat kertas n pensil…, ingat om save the earth kertas dan pensil itu dari pohon loh ”
Naaaah looooo…
Bikin malu aja kan ?
Seandainya saja si Oom itu bisa menerima dan menyadari kalau jaman selalu berubah. Hal yang dianggap penting dulu tidak bisa dianggap penting sekarang. Klo dulu harus pintar mengunggang kuda, kemudian ada jamannya orang harus pintar naik bebek, trus besok2 ga tau harus pintar mengendarai apa atau jangan2 ga perlu pintar mengendarai apapun karena orang2 udah pada pintar teleportasi (siapa tauu…-_-)
Perubahan jaman juga membuat apa yang tadinya dianggap jelek pada suatu jaman bisa menjadi hal yang dianggap bagus pada jaman yang lain. Misal duluuuuu banget kebaya itu dianggap sebagai pakaian yang ga sopan karena terlalu memperlihatkan lekuk tubuh (cewek dijaman itu pake baju kurung) ibu2 pada mendengus n bisik2 klo ngeliat ada cewek2 remaja pake kebaya. Tapi seiring waktu akhirnya kebaya jadi pakaian nasional. Ada loh jaman dimana hampir semua ibu pake kebaya.
Di dunia musik juga bisa dilihat, ada jaman dimana the beatles dan generasinya dianggap jelek oleh generasi tua saat itu . Trus sekarang ada ga yang berani bilang the beatles itu jelek (pastinya takut soalnya yang bilang gitu biasanya dicap kampungan).
Ada jaman musik grunge dianggap ga bermutu eeeh kebalik sekarang di youtube orang2 pada teriak2 kembaliin musik grunge.
Sekarang jamannya emo dan alay dicaci maki, tapi siapa tau kalau besok ? atau 5 tahun kemudian mereka dianggap keren dan memperoleh masa kejayaan . Lalu sepuluh tahun kemudian mereka jadi tua dan mencak2 mengkritik dan mencaci maki generasi terbaru yang entah apa namanya nanti ?
Jaman selalu berubah, mungkin setting waktu, tempat dan pemerannya beda tapi ceritanya selalu sama. Dan selalu saja dihiasi oleh orang2 yang belum siap menghadapi perubahan.
Balik lagi ke penyebab diatas, bahwa ketidaksiapan menghadapi perubahan dikarenakan seseorang terlalu terikat pada masa lalu dan cita2nya.
Jadilah orang itu mengalami post power syndrom.
Mungkin kamu bilang “enak aja loe ngomong…sekarang, ntar lihat klo masa kesenangan loe udah berakhir.”
Ya saya tau itu…, dan saya sering memikirkannya. Saya, kamu, kita semua beresiko terjangkit Post Power Syndrom. Mungkin sekarang saya lagi senang, merasa aman dsb dan dsbnya. Tapi saya juga sudah pernah tersisih, kalah dsb2nya. Bisa saja hati saya terikat pada sesuatu tapi setidaknya saya bisa menghindari ritual mencak2 menyalahkan orang lain dan keadaan.
Ada hal yang selama ini membuat saya santai menghadapinya yaitu mengurangi rasa keterikatan saya terhadap sesuatu. lagipula hidup ini mirip dengan lelucon jadi ga perlu terlalu serius.
Saya punya tips tapi,saya tidak tau apakah ini manjur buat kamu yang jelas ini manjur bagi saya untuk melepaskan keterikatan saya terhadap hal2 yang telah terjadi atau hal2 yang saya inginkan di masa depan saya. Yaitu bersikap seperti orang yang selalu setengah amnesia. Orang amnesia lupa segala masa lalunya juga lupa rencana masa depannya, tapi ia tetap menyadari bahwa dirinya adalah dirinya.
Walah kok amnesia ? Orang2 yang pernah mengalami amnesia pasti mengerti apa yang saya maksudkan ini. Tapi karena tidak banyak orang yang pernah mengalaminya maka saya akan berusaha menggambarkannya.
Ceritanya gini ;
Sewaktu masa sekolah dulu saya pernah kecelakaan dan mengalami gegar otak. Orang2 yang baik hati membawa saya yang tak sadarkan diri kerumah sakit. (kejadiannya jauh dari rumah dan saya cuma sendirian). Tak ada yang bisa menghubungi kemana karena saya tidak membawa identitas apapun.
Ketika sadar saya melihat ruangan disekeliling saya tanpa pikiran apapun. Saat itu saya cuma melongo cuma ada kalimat …”apa ya ?” terlintas dipikiran saya. (tuh salah satu bukti klo cerita sinetron itu bohong…, masak baru sadar orang yang kena amnesia langsung nangis dan teriak “siapa saya, saya tidak ingat”…. Orang amnesia saat sadar bahkan ga tau klo mereka lagi amnesia/ tidak ingat kecuali kepala terasa sakit trus mual dsd,dsb). Lanjut cerita mereka para suster menanyakan siapa nama saya…, rumahnya dimana ada nomer telpon yang bisa dihubungi ? Saya nggak tau. Blank. Saya lupa tentang keluarga yang sangat saya sayangi, saya sekolah dimana (boro2 sekolah dimana saya sendiri ga tau saya ini tua apa muda, laki apa perempuan? setelah mengamati tubuh saya beberapa saat baru saya tau saya bergender apa), rumah saya dimana, saya hobinya apa, … tidak ada bayangan sama sekali dan bahkan seandainya saat itu saya di tunjukin foto diri saya sendiri, asli saya ga kenal.
Beberapa jam dihinggapi amnesia satu2nya hal yang saya tau adalah “AKU ya AKU” , saat itu tidak ada hal yang paling penting buat saya, sama aja semua. Tanpa segala identitas yang tadinya melekat dan saya anggap sebagai AKU, ternyata saya tetaplah saya. Ternyata sesederhana itu.
Seringkali saya pengen ketawa bila ada orang yang nomong tentang dirinya seperti ini “saya ini begini2 bla…bla…bla… kalau tidak begini2 bla…bla…bla… bukan saya namanya” atau bilang “aku merasa seperti bukan diriku” lalu kamu siapa dunk ?
Sebagian besar manusia menganggap identitasnya sama dengan dirinya. Tapi seperti yang udah saya tulis diatas tadi tanpa identitas yang telah kamu, keluargamu, lingkunganmu dan sejarah hidupmu ciptakan, kamu tetaplah kamu.
Tanpa wajahmu yang cakep (ntar kita semua bakalan peyot juga), Tanpa cara berpakaian yang kamu anggap keren, tanpa jenis musik yang kamu banggakan (sampe bela2in berantem gara2nya), tanpa pacar yang kamu cintai mati2an, tanpa keluarga dan sahabat yang kamu sayangi, tanpa memakan makanan favoritmu, dsb, dsbnya kamu kan tetap saja kamu.
Saat merasa terlalu terikat pada sesuatu saya akan berusaha mengingat momen melongo di rumah sakit itu dan bilang dalam hati “Tanpa itu semua saya tetaplah saya, walaupun keadaan ini lumayan nyebelin”. Sehingga saya merasa lebih mudah melepaskan hal2 yang memang sudah bukan untuk saya. Karena kalau sesuatu itu memang untuk saya dan harus untuk saya, maka saya pasti mendapatkannya tanpa harus ngotot apalagi mencak2 menyalahkan orang lain dan keadaan bila tidak mendapatkannya (gitu aja kok repot ?).
Kembali lagi ke kamu…kita umpamakan saat ini kamu sedang menderita post power syndrom. Kamu merasa marah pada keadaan yang nggak adil dan merasa mereka orang2 yang mengganti posisimu sama sekali gak pantas.
Mungkin kamu juga perlu nyadar, kalau kamu mencak2 dan menghujat, paling2 yang dihujat bilang “Anjing menggonggong kafilah berlalu.”
Berhubung dalam cerita ini kamu yang kelihatannya seperti sedang menggonggong, dan dia yang kelihatannya sedang berlalu maka, pihak2 penonton mengganggap kamu yang sedang berperan sebagai anjingnya.
Apa kamu mau berperan sebagai anjingnya ? Kalau menurutmu dirimu terlalu keren untuk berperan sebagai anjing, saya juga punya solusi (macam tukang obat jeee…). Ada baiknya kamu mengganti ceritanya dimana kamu gak perlu mengonggong siapapun, sehingga gak ada yang mensinonimkan kamu dengan anjing. Kalau perlu kamu bikin cerita petualangan baru.
Saya rasa hal ini terjadi pada orang2 yang bisa dibilang senior tapi sama sekali ga berkurang kharismanya. Menurut pengamatan saya mereka selalu berevolusi mengikuti perkembangan jaman.
Cara berevolusi mengikuti perkembangan jaman sebenarnya cukup sederhana yaitu pertama2 harus menerima bahwa jaman memang berubah.
Mereka2 yang sedang berevolusi ini juga pintar mensiasatinya. Mereka mengikuti, berevolusi tapi gak berlebihan (kalau berlebihan kan malah norak ? idih udah tua sok abg ?) sehingga kadang tak ada yang sadar bahwa mereka perlahan2 berubah sesuai jaman.
Nih satu lagi contoh kongkrit, seorang yang cewek dengan masa remaja tahun 80an (sekarang udah jadi tante donk ?). Pokoknya si cewek eh tante itu berpendapat kalau make up (lipstick merah) is the best lah…. Sah2 aja kok, orang itu seleranya.
Yang menjadi masalah adalah saat dia meremehkan dan merendahkan cara cewek2 jaman sekarang berdandan, dan pada saat yang sama dia bergentayangan di depan publik dengan dandanan seperti ini, dan parahnya masih merasa cantik
Iya bagus sih pada tahun 80an tapi sekarang kan tahun 2011 (dijadiin kostum haloween loh)
Nah, seandainya si Tante mau membuka mata dan menerima perubahan dia pasti bisa mensiasatinya. Si Tante ga perlu membuang idealismenya tentang lipstick merah. Ia tetap dapat memakai lipstick merah hanya saja dengan riasan mata dan rambut yang berbeda. Maka kira2 akan kelihatan seperti ini
Nah itu salah satu contoh saja kok masih banyak aspek lain yang bisa dijadiin contoh. Kamu cari sendiri lah…
Tapi kalau kamu hobinya menggonggong, ya sudahlah… teruskan saja dan para kafilah pun tertap berlalu, ngacir malah. Yang jelas mereka bergerak ke arah tujuan, sedangkan kamu akan terus tinggal disitu, menggonggong sepanjang hayatmu. Menurut saya itu juga ga jelek2 banget sah-sah aja, orang itu mulutmu sendiri kok, biar dunia tambah seru…, yang penting berperikemanusiaan yang adil dan beradab ajah…
Akhir cerita , semua atribut identitas itu hanya tempelan dan harus dilepas satu persatu atau sekaligus saat menghembuskan nafas terakhir nanti… hingga seseorang kembali lagi menjadi diri sejatinya, pure tanpa embel2. Lumayan sulit juga tapi mau ga mau harus mau…, habis mau gimana lagi hayo ?